Hari Selasa (6/1) pagi lalu, aku sudah dihebohkan oleh kejadian aneh di rumah mertuaku. Seekor tikus berukuran cukup besar terjepit di lubang kecil langit-langit WC belakang rumah. Tikus itu tak bisa naik juga tak bisa turun. Setengah badannya menggantung di langit-langit sementara kakinya terus bergerak berusaha melepaskan diri dari lubang. Aku yang saat itu ditemani Ferry, suami adik iparku, sempat kaget namun kemudian tertawa melihat pemandangan itu. Mungkin si tikus tidak sadar diri dengan berat badannya yang bertambah setiap selesai mencuri makanan. Akibatnya fatal. Begitu hendak melarikan diri, lubang yang biasa dijadikan jalan keluar masuk si tikus mendadak sempit. Tikus itu pun tak berdaya karena kebodohannya sendiri. “Dasar tikus bodoh, gak sadar kalau berat badannya naik,” gumamku sambil mengambil kamera dan memotret momen lucu itu.
Ferry kemudian mulai sibuk mencari cara bagaimana melepaskan tikus itu dari jepitan lubang. Bukan karena kasihan, tapi ingin segera melihat tikus itu mati. Selain itu, kalau si tikus dibiarkan terus menggantung di langit-langit juga akan menimbulkan pemandangan yang tidak enak dipandang. “Kalau ekornya langsung ditarik, nanti bisa lepas. Kalau dibiarkan mati lemas juga khawatir kotorannya jatuh,” kata Ferry. Aku tak banyak memberikan usul. Lagipula, bukan Ferry namanya kalau kehabisan akal. Benar saja. Setelah terdiam sejenak, dia mengambil tangga dan seutas tali rafia. Dinaikinya tangga itu, dan dengan menggunakan simpul ikat ala pramuka, dijeratnya badan tikus lalu ia tarik kuat-kuat. Tikus itu sempat berontak, namun tiba-tiba diam tak bergerak. Sepertinya usaha Ferry berhasil. Sang tikus dungu mati lemas karena jeratan tali rafia. Tanpa basa-basi lagi, Ferry langsung menariknya dari lubang dengan sukses. Aku kebagian tugas membawa bangkai tikus dan membuangnya keluar rumah.
Keberadaan tikus di rumah mertuaku memang cukup mengganggu. Sudah berhari-hari lamanya, banyak makanan yang tiba-tiba hilang tak berbekas. Usaha untuk menangkap binatang yang kerap dijadikan lambang korupsi itu pun sia-sia. Tikus itu selalu saja berhasil lolos. Namun, Tuhan rupanya memberikan jalan lain. Tanpa perlu bersusah payah, si tikus mati karena kedunguannya sendiri. Entah dari pukul berapa tikus itu terjepit di lubang langit-langit WC, yang jelas istriku pertama kali melihatnya sekitar pukul 05.30 WIB. “Pak ada tikus di WC, tapi aneh. Setengah badannya menggantung di langit-langit!!” teriaknya berusaha membangunkanku. Awalnya aku tak menggubrisnya. Saat itu mata betul-betul tak bisa dibuka setelah sebelumnya menjalankan tugas piket di kantor. Gagal membangunkanku, istriku kemudian mengabarkan kejadian itu pada Ferry yang juga sudah bangun. Penasaran, aku akhirnya bangun dan benar-benar menyaksikan kedunguan seekor tikus. Yaah, kejadian itu seharusnya menjadi pelajaran bagi para tikus agar sadar diri dengan berat badannya. Sebaiknya, sehabis sukses mencuri makanan di dapur, para tikus menimbang berat badannya sendiri. Kalau berat badannya bertambah, jangan pulang melalui jalan yang sama.
0 komentar:
Posting Komentar