TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

KOMENTAR TERBARU

18 Desember 2008

Demi Jabatan, Asda Rela Jadi Supir Kasi


Lebih tinggi mana jabatan sekretaris daerah (sekda) dan asisten sekda (asda) dengan kepala seksi (kasi)? Jawabannya tentu sudah bisa ditebak, jabatan sekda dan asda yang lebih lebih tinggi dari kasi. Di lingkungan pemerintahan, sekda termasuk golongan eselon II dan asda eselon II b. Sementara kasi termasuk golongan eselon IV. Dari segi gaji pun jelas lebih tinggi sekda dan asda ketimbang kasi. Nah, kedua jabatan itu boleh saja lebih tinggi dari kasi. Tapi di Kabupaten Garut seorang kasi ternyata bisa memerintah asda bahkan sekda. Ini benar-benar nyata dan lagi-lagi terkait dengan kasus dugaan korupsi dana makan minum (mamin) yang saat ini sudah masuk persidangan. Seperti diketahui, kasus tersebut menyeret mantan Sekda Garut Achmad Muttaqien, mantan Asda III Garut Kuparman, mantan Kasi Perbendaharaan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Erlan Rivan, dan mantan Kabid Belanja BPKD Yaya Zakaria.

Dalam persidangan kasus korupsi dana mamin yang digelar tadi siang di ruang utama Pengadilan Negeri (PN) Garut, Kamis (18/12), masing-masing terdakwa menjadi saksi satu sama lain atau biasa disebut saksi mahkota. Muttaqien dan Kuparman menjadi saksi bagi Erlan serta Yaya, demikian pula sebaliknya. Muttaqien mendapat giliran pertama memberikan kesaksian dengan terdakwa Erlan dan Yaya. Mantan orang ketiga di Pemkab Garut itu dicecar sejumlah pertanyaan baik oleh jaksa penuntut umum maupun majelis hakim. Ia pun mengaku memang telah menandatangani surat perintah mencairkan (SPM) dana mamin yang tidak lengkap alias bodong dari BPKD. Padahal dari segi aturan pun, pengajuan SPM dana mamin dari BPKD jelas-jelas salah. “BPKD memang seharusnya tidak boleh mengajukan SPM dana mamin. Yang seharusnya mengajukan adalah bagian umum,” ujar Muttaqien dalam kesaksiannya.

Ujung-ujungnya Muttaqien menangis. Air matanya tiba-tiba meleleh saat JPU menanyakan alasan dia menandatangani SPM bodong tersebut padahal Muttaqien hapal betul tindakannya itu melanggar aturan dan berbenturan dengan hukum. “Saya di bawah tekanan. Waktu itu posisi saya dilematis. Kalau saya tidak menandatangani SPM, Bupati Garut saat itu (Agus Supriadi) marah besar dan mengancam menggeser posisi saya. Selain takut sama bupati, saya juga takut sama Pak Anton Heryanto yang saat itu menjadi orang kepercayaan bupati,” ujar Muttaqien tersendat. Kedua matanya berlinang. Pada saat itu Anton Heryanto memang menjabat sebagai Kasi Anggaran BPKD Garut. Meski badannya kecil dan jabatannya kasi, ia termasuk orang paling berpengaruh di Kabupaten Garut, setelah bupati. Tak heran, Muttaqien betul-betul tunduk kepada perintah Anton yang selalu membawa-bawa nama bupati. “Perintah Pak Anton sama dengan perintah bupati. Jadi saya tidak bisa membantahnya,” aku Muttaqien lagi.

Menurut Muttaqien, Anton dikenal memiliki pergaulan luas, dekat dengan LSM, wartawan, aparat penegak hukum, dan preman. Pernah suatu hari, dirinya mengaku didatangi lima preman lengkap dengan golok di tangan karena belum juga menandatangani SPM. “Saya jelas takut pak,” tegas Muttaqien kepada JPU yang menanyainya. “Masa sekda takut sama preman?” tanya JPU lagi. Muttaqien tidak menjawab. Ia kembali terdiam, seolah menyesali seluruh perbuatannya semasa menjabat menjadi sekda. Pernyataan Muttaqien soal ketakutannya terhadap bupati, Anton, dan para preman sempat mendapat cemooh dari pengunjung yang memenuhi ruang persidangan. Meski rata-rata mereka sudah tahu kondisi Kabupaten Garut saat dipimpin Agus Supriadi, banyak pula yang geleng-geleng kepala karena kaget. Sungguh aneh. Sebuah jabatan ternyata sama sekali tak berpengaruh. Bupati lebih memilih kasi sebagai orang kepercayaannya dan menabrak struktur yang seharusnya dijalankan. “Saya tidak tahu kenapa Pak Anton yang menjadi orang kepercayaan bupati,” ujar Muttaqien.

Kesaksian yang tak kalah mencengangkan diungkapkan mantan Asda III Kuparman. Sama dengan Muttaqien, Kuparman yang sempat menggantikan posisi Muttaqien dalam menandatangani SPM mengaku takut terhadap bupati dan Anton Heryanto. Meski jabatannya lebih tinggi, Kuparman bahkan rela menjadi supir Anton saat berangkat ke Bandung untuk menggelar pertemuan dan dugem. “Ini bukan persoalan jabatan. Tapi saat itu Pak Anton memang sangat berpengaruh. Lagipula saya bisa nyetir mobil. Jadi saya yang mengantar Pak Anton ke Bandung,” kata Kuparman menjawab pertanyaan JPU. Kuparman juga mengaku tak berani melawan perintah bupati dan Anton karena takut jabatannnya digeser. “Saya tidak berani melawan karena nanti dianggap tidak bekerja dengan baik dan dikeluarkan,” kata pria yang usianya lebih tua dari Anton tersebut. JPU sempat bertanya pada Kuparman siapa yang bertanggung jawab terhadap kerugian negara akibat korupsi dana mamin tersebut. Dengan tegas Kuparman mengatakan pembuat SPM. “Tapi kan bapak menandatangani SPM itu, berarti bapak juga bertanggung jawab?” tanya JPU lagi. Kuparman terdiam sambil mengangguk-angguk. Barangkali seperti itulah gambaran kondisi pemerintahan di Kabupaten Garut saat Agus Supriadi menjabat sebagai bupati. Bahkan, demi mempertahankan jabatan, seorang asda rela menjadi supir kasi.

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar

Kabar Terpilih

Rida Farida, Nyaman setelah Berhijab

Di balik hijab selebritas Indonesia, tersimpan banyak cerita. Ada yang sekadar cari sensasi, tak sedikit mengejar popularitas. Namun, ti...

Standings provided by whatsthescore.com

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra