TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

KOMENTAR TERBARU

24 November 2008

Catatan buat Miftahul Ulum


Sebuah SMS mampir di HP-ku dinihari tadi. “Mang, Bandung bergejolak lagi. Bisa kunjungi: ruang-public.blogspot.com atau lentera-merah.blogspot.com. Barangkali punya saran untuk kita. Nuhun.” Begitu isi SMS yang dikirim sekitar pukul 00.53 WIB. Pengirimnya salah seorang teman kantor di Bandung yang tidak mempunyai pos liputan jelas. Setiap hari, dia selalu disibukkan mencari berita yang akan dijadikan head line halaman dalam koran tempat kami bekerja. Entahlah, akhir-akhir ini, aku merasa sangat dekat dengannya dan begitu peduli dengan masa depannya. Mungkin karena kami memiliki hobi dan gaya bercanda yang sama. Hmmmm, SMS yang aneh. Sesaat, aku tertegun dan berencana membuka kedua blog tersebut pada pagi harinya. Sepertinya, informasi ini betul-betul serius. Ah, ada apa dengan Bandung? Gejolak apalagi yang terjadi?

Tadi pagi, aku langsung membuka blog yang direkomendasikan temanku via SMS tersebut. Yang pertama kubuka adalah www.lentera-merah.blogspot.com. Baru membuka awalnya saja, aku sudah tertegun. Blog itu berjudul “korban media” dengan deskripsi tulisan “catatan melawan lupa”. Meski tak melihat profil terlebih dulu, aku tahu persis siapa pembuat blog tersebut. Ya, dia adalah Miftahul Ulum atau akrab disapa Ulum, pria asal Blitar yang dimutasi ke Bandung setelah sebelumnya sempat berada di Bali, merintis usaha koran tempat kami bekerja saat ini di surganya para wisatawan tersebut. Sebuah tulisan dia posting Sabtu (22/11) lalu. Judul tulisannya: (tak) adil sejak dalam pikiran. Aku membaca tulisan itu dengan seksama. Paragraf awal tulisan sudah cukup menyesakkan dada. “Rabu (19/11/08) sekitar pukul 20.00 WIB, redaktur Sindo Jabar Army, telpon. Dia bercerita dan tanya seputar tidak diperpanjang kontrak. Menurut penelurusan dia, setelah tanya Nevy dan Jaka, aku tidak diperpanjang akibat attitude,” begitu ungkap Ulum pada kalimat awal tulisan yang dia posting Sabtu (22/11) lalu. Ya ampun! Kontrak Ulum tidak diperpanjang hanya karena alasan attitude? Pada paragraf kedua, Ulum menulis: “Attitude yang dimaksud, saat muncul kasus Bali, aku termasuk salah satu yang vocal mengadvokasi keenam wartawan bali yang kontrak kerja tidak diperpanjang. Adapun standar semisal, penilaian berita, kemampuan dsb tidak menjadi pertimbangan tidak diperpanjangnya kontrak kerjaku.”

Miftahul Ulum memang korban media, seperti judul blog yang dia tulis. Kontrak kerjanya diputus, hanya karena dia dikenal vokal memperjuangkan nasib kawan-kawan di Jawa Barat. Sebelumnya dia juga memperjuangkan hak kawan-kawan wartawan dari media yang sama di Bali. Aku ingat betul bagaimana semangatnya Ulum ketika hendak membuat buku putih atau mempertanyakan gaji wartawan yang tidak layak seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Aku juga ingat pertemuan di Punclut bersama Army dan beberapa kawan asisten redaktur (asred) lainnya saat dia berbicara lantang rencana gerakan kawan-kawan di biro memperjuangkan kenaikan gaji. Aku memang tak begitu mengenalnya. Tapi dalam beberapa kali pertemuan, aku sangat menghargai semangatnya memperjuangkan nasib kawan-kawan agar tidak melupakan hak. Aku juga tertegun dengan pengetahuannya soal media dan isu yang berkembang di sekitar tempat kami bekerja.

Awal pertemuan dengan Ulum dihabiskan di Kantor detikbandung, tidak jauh dari kantor tempat kami bekerja. Aku tak ingat persis kapan waktunya. Namun saat itu, selain Ulum, beberapa kawan lain juga ikut bergabung. Tidak banyak yang kami bicarakan saat itu. Yang aku ingat, kami sama-sama tertawa menikmati hidup dan nasib. Setelah itu, aku jarang bertemu dengan sosok pria yang ternyata usianya terpaut jauh denganku. Terakhir, kami sempat berbincang di kantor tentang banyak hal. Tapi terus terang, aku lupa apa yang kami bicarakan saat itu. Perbincangan kemudian berlanjut di YM. Dia menyapaku dan membicarakan sebuah blog yang isinya menghina Islam dan Nabi Muhammad. Perbincangan terakhir membicarakan rencana aksi terkait isi blog yang menghina Islam dan Nabi Muhammad tersebut. Meski aku kerap mengunjungi kantor biro, sosok Ulum jarang terlihat.

Miftahul Ulum, di manakah kamu sekarang? Apa yang kamu rasakan saat ini? Tak ada sepatah kata pun yang kau ucapkan menyikapi soal pemutusan kontrak yang dilakukan perusahaan tempat kita bekerja. Aku bahkan tak sempat menyimpan nomor telepon selularmu meski beberapa kali kita berbincang dalam sebuah pertemuan yang tak serius. Kita memang belum pernah bekerja bersama-sama, tapi napas kemerdekaanmu terasa hingga 60 Km dari Bandung. Kebebasan berpikirmu masih membekas di alam pikiranku. “Sepertinya, kalau ada pemutusan hubungan kerja (PHK), akulah orang pertama yang menjadi target,” begitu ucapmu suatu hari. Dugaanmu benar kawan! Tapi, perjuangan menuju kebenaran tak pernah akan ada habisnya. Selamat jalan kawan! Sampai saat ini, lentera merah tetap masih bernyala di sini, di urat darahku……

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar

Kabar Terpilih

Daluang Jangan Sekadar Jadi Cerita

Siang itu, Ahmad Mufid Sururi duduk bersila membelakangi jendela. Selembar daluang yang nyaris sempurna, terhampar di depannya. Sejurus kemu...

YouTube

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra