TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

KOMENTAR TERBARU

07 Juli 2008

15 Menit Merancang Aksi

Pagi itu, seperti biasa, ruang humas Pemkab Garut dipenuhi wartawan baik cetak maupun elektronik. Aktivitas yang dilakukan mereka beragam. Ada yang sekadar duduk-duduk sambil menikmati kopi hangat, ada pula yang berdiskusi merencanakan agenda liputan. Waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Janur M Bagus, wartawan Anteve tiba-tiba melayangkan ide liputan. “Demo yuk. Urang aksi solidaritas terkait kekerasan yang dilakukan marinir terhadap wartawan Indosiar di Indramayu,” ajak Janur, yang akrab disapa Abah tersebut, kepada sejumlah wartawan. “Hayu!! di Bandung geus rame, engke beritana digabung-gabung jeung nu lain,” teriak Abah lagi.

Ide Abah dipicu oleh kekerasan yang menimpa Agus Suci Iswahyudi, stringer Indosiar, Jumat (4/7) malam lalu. Ia ditendang oknum TNI Angkatan Laut (AL) Korp Marinir Cilandak asal Yon Howitzer-2, bernama Praka Shafrudin, saat tengah meliput razia pekat yang digelar Polres Indramayu. Persoalannya sederhana, Praka Shafrudin tidak terima dirinya diliput karena sedang mabuk di sebuah diskotik. Akibat tendangan tersebut, Agus sempat menderita sesak napas dan dibawa ke rumah sakit untuk divisum. Kejadian ini pun mendapat kecaman dari sejumlah wartawan di Indonesia.

Gayung pun bersambut. Sejumlah wartawan mengamini ide Abah. Tasdik dari Elshinta bahkan langsung duduk di depan komputer dan menulis berita aksi yang akan dilakukan wartawan Garut. Kontan saja, kelakuan Tasdik diprotes Abah. “Ke heula, ulah waka ditulis. Demona oge acan. Urang nyieun pernyataan sikap heula,” kata Abah. Saat Tasdik menuliskan pernyataan sikap, sejumlah wartawan lain wara-wiri mencari logistik aksi seperti toa, dan poster. Beberapa wartawan lainnya juga terlihat mulai menghubungi wartawan lain melalui SMS, atau menelepon langsung. Deni Meungeung dari Indosiar, membuka email. “Ieu aya bahan kronologisna langsung ti korban,” ujar Deni.

Irwan Kuir dari RRI bergegas mencari toa ke sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang biasa berunjukrasa di Kabupaten Garut. Dengan menaiki motor, ia ditemani Erfan, wartawan dari Garoet Pos mendatangi sejumlah LSM. Tak ayal lagi, suasana ruang humas Pemkab Garut pun mendadak ramai. “Mana kartonna, mana spidol, urang nyieun poster,” teriak Dedi dari Radar Garut. Layaknya aksi yang biasa dilakukan mahasiswa atau LSM, Abah pun mengontak aparat kepolisian, di antaranya Kabag Ops Polres Garut, Kompol Ade Najmulloh sekadar meminta izin. “Izin komandan, kita mau aksi. Siapkan dalmas. Nanti surat izinnya menyusul,” ujar Abah. Dipandu Abah dan wartawan lainnya, Tasdik membuat pernyataan sikap. Lantaran kekerasan menimpa wartawan Indosiar, Deni Meungeung yang sama-sama dari Indosiar merelakan diri menjadi koordinator aksi.

Semangat teman-teman menggelar aksi solidaritas sangat terasa saat itu. Aku pun bergegas menelepon Uyi, rekanku di Indosiar yang biasa meliput di wilayah Cirebon dan mengabarkan rencana aksi ini. “Bos, Garut juga bergerak. Kita juga menggelar aksi solidaritas,” ujarku melalui telepon. Uyi pun menyampaikan rasa terima kasih kepada wartawan di Garut. “Oke bos terima kasih, aku sampaikan ke rekan teman-teman di Cirebon,” jawab Uyi. Sayup-sayup terdengar suara orasi dari balik telepon. Rupanya, wartawan Cirebon sudah menggelar aksi solidaritas sejak pagi hari. “Buru euy, barudak Cirebon geus aksi,” aku mengingatkan teman-teman.

Selebaran pernyataan sikap pun sudah siap, berikut kronologisnya. Poster sudah dibuat meski bukan dari karton baru. Irwan Kuir pun tiba sambil menenteng toa yang dia pinjam dari LSM Gerakan Masyarkat Bawah Indonesia (LSM). Sekitar pukul 10.15 WIB, kami pun bergerak menuju Gedung DPRD Garut. Sebelumnya, aku mampir di tempat fotocopy tidak jauh dari ruang humas Pemkab Garut untuk memperbanyak selebaran pernyataan sikap. “Jumlah wartawan di Garut teh nyampe 400-an euy. Kamarana nu lain? Ari pas aksi mani saeutik euy,” teriak Aep dari Priangan. Sepanjang perjalanan menuju Gedung DPRD Garut, Abah Janur berorasi. Lama-lama, jumlah wartawan yang mengikuti aksi semakin banyak hingga mencapai 50 orang. Tanpa pengawalan dari aparat kepolisian atau pun satpol PP, kami mulai melancarkan aksi di depan Gedung DPRD Garut. “Mana euy dalmasna? Teu rame euweuh dalmas mah,” ujar Abah. Begitulah, orasi kebanyakan didominasi Abah. Sesekali Irwan Kuir ikut menyampaikan orasinya. Sementara Indra Trans TV, Boi MNC, dan Deni Meungeung, sibuk mengabadikan aksi tersebut.

Setelah berunjukrasa di depan Gedung DPRD Garut, kami berencana melakukan long march menuju Simpang Lima yang berjarak sekitar 500 meter. Namun, sebelum berangkat, Aep mengusulkan agar perwakilan dewan keluar dan ikut menyatakan aksi keprihatinan. “Ke heula euy, dewan harus ngomong dulu!!” ujar Aep. Walhasil, para wartawan pun berteriak meminta dewan keluar. “Kami minta anggota dewan yang terhormat keluar dari ruangan dan menyatakan keprihatinan atas kekerasan yang menimpa kawan kami di Indramayu. Jika tidak, maka kami menganggap para anggota dewan pun tidak lagi memiliki keberpihakan terhadap kawan-kawan media,” teriak Abah.

Selang beberapa menit kemudian, toa beralih ke tangan Irwan Kuir. Abah pun masuk ke gedung dewan dan mencari sejumah anggota dewan. Pencarian Abah berbuah hasil. Ia membawa keluar Ketua Komisi C DPRD Garut, Luki Lukmansyah. Ditodong wartawan agar memberikan pernyataan keprihatinan terkait kekerasan terhadap wartawan, Luki pun angkat bicara. “Saya secara pribadi maupun lembaga menyatakan turut prihatin atas kekerasan yang menimpa wartawan. Negara kita negara hukum, sehingga tidak pantas jika penyelesaian persoalan dilakukan dengan cara premanisme,” kata Luki disambut tepukan dan teriakan para wartawan.

Gedung dewan akhirnya kami tinggalkan. Saat itu, tujuan kami adalah kawasan Simpang Lima yang biasanya dijadikan lokasi aksi. Sebelum sampai di Simpang Lima, kami memasuki halaman Gedung Pemkab Garut dan berorasi di depan ruang rapat Sekretariat Daerah (Setda) Garut. Mendadak, beberapa wartawan menanggalkan ID Card dan tape recorder diikuti rekan-rekan lainnya. “Ini sekadar wujud protes kami terkait kekerasan terhadap wartawan yang sering terjadi,” ujar Abah. Hanya beberapa menit, aksi berlangsung di depan ruang rapat Setda Garut. Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Tak terasa, dahaga menyerang. “Mana logistikna euy, haus yeuh,” teriak salah seorang wartawan. Lagi-lagi perjalanan terhenti tepat di depan Gedung PWI Garut. Zamzam dari Radar Garut berinisiatif masuk ke Gedung PWI dan mengambil air mineral gelas bergambar salah seorang bakal calon (balon) bupati independen yang tersimpan dalam kardus. Kontan saja, sejumlah wartawan berseloroh. “Wah, hati-hati, aksi ini ditunggangi oleh salah satu balon,” ujarnya sambil tertawa. “Hati2!! Hati2!! Hati2!! Provokasi!!” teriak wartawan lain.

Di gedung tersebut, Ketua PWI Garut Asep Sudradjat, ikut menyatakan prihatin atas kekerasan yang menimpa wartawan Indramayu. Setelah terhenti di Gedung PWI Garut, kami melanjutkan aksi menuju Simpang Lima. Abah masih berceloteh di depan toa. Lantaran kehabisan kata-kata, materi orasi yang disampaikan tidak berubah sejak berunjukrasa di gedung dewan. “Gantian euy, capek yeuh,” ujar Abah. Di bawah terik matahari siang, unjukrasa pun berlanjut di kawasan Simpang Lima. Sepuluh menit berlalu, akhirnya kami memutuskan menyelesaikan aksi dan berjalan kembali menuju ruang humas Pemkab Garut. Hmmm, 15 menit merancang aksi ternyata berbuah hasil cukup memuaskan.

Related Posts by Categories



1 komentar:

dedi mengatakan...

nUHUN MANG...... asa nyaba ka alam lawas...
kaingetan lalampahan katukang ASA WARARAAS...
WASS.WR.WB.
DEDI RADAR GARUT

Posting Komentar

Kabar Terpilih

Rida Farida, Nyaman setelah Berhijab

Di balik hijab selebritas Indonesia, tersimpan banyak cerita. Ada yang sekadar cari sensasi, tak sedikit mengejar popularitas. Namun, ti...

Standings provided by whatsthescore.com

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra