Semalam aku berbincang dengan teman kantorku via YM. Dia menyatakan kegelisahannya mengenai situasi di kantor sekarang. “Bandung hangat-hangat tahi ayam,” ujarnya saat aku tanya kondisi markas SINDO di Jalan Aceh 62, pasca kepergianku, satu bulan yang lalu. “Bali yang lagi panas. Enam wartawan dipecat tanpa alasan yang jelas,” tanpa ditanya, ia bercerita. “Wah, nu bener?” aku balik bertanya. “Bener, aya dinu milis,” timpalnya.
Gila, ternyata sudah satu bulan aku tidak pernah lagi membaca milis sindo_jabar. Pantas aku tidak tahu perkembangan kantor di Jabar maupun nasional. Sebelum meneruskan pembicaraan, aku menyempatkan waktu membuka milis. Benar saja, pukul 4.59 Am, sebuah email mampir. NEED ADVOCACY: Wartawan SINDO Bali di PHK, begitu judul email tersebut. Sekilas aku sempat membaca isi email yang diposting dari mediacare. Hmmm, intinya ternyata tidak jauh berbeda dengan kasus yang pernah terjadi di tubuh SINDO Jabar tahun 2007 lalu yaitu masalah kontrak kerja dan mungkin like and dislike.
Aku kemudian berpikir, ternyata manajemen SINDO tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Entahlah bagaimana manajemen di SINDO Jawa Barat. Setahuku, sejak kasus pemutusan kontrak kerja sepihak seorang wartawan SINDO Jabar beberapa waktu lalu, pihak manajemen sudah mulai teratur. Meski begitu, rasa khawatir tetap saja ada. Kembali aku melanjutkan pembicaraan dengan temanku via YM. “Di SINDO Jabar geus aya kabar pemecatan massal?” tanyaku setengah bercanda. “Soalnya kalau pengangkatan massal tidak mungkin ada, baru ada tahun kuda,” kataku lagi. Lama dia tidak menjawab pertanyaanku hingga akhirnya muncul jawaban. “Boro-boro tahun kuda, moal aya nepi ka tahun iraha oge,” ujar dia dengan nada pesimistis.
Sebuah jawaban yang wajar memang, mengingat sampai saat ini, statusku, dia, dan beberapa teman lainnya di SINDO Jabar masih belum jelas. “Ada tawaran lain,” tiba-tiba dia mengganti topik pembicaraan dan menyebut nama sebuah media yang membutuhkan wartawan. “Sekarang di sana manajemennya sedang ditata,” ujarnya lagi. Aku kemudian mengingatkan agar dia tidak terburu-buru memutuskan pindah kerja karena di tempat pekerjaan yang baru itu pun, statusnya akan tetap sama. “Kita lihat saja nanti, aku sedang mencari informasi lebih jauh. Di sini atau di sana memang sama saja. Tapi di sana, mungkin aku bisa lebih dekat dengan keluarga,” ujarnya lagi.
Sepintas aku sempat berpikir akan kehilangan dia. Sebab, keputusan dia untuk mempertimbangkan tawaran itu cukup kuat. “Tenang Gin, kalau ada peluang buat dua orang, yang pertama saya ajak ente,” ujarnya. “Siap mang, ditunggu kabarnya,” jawabku. Hmm, sejak berada di SINDO tahun 2007 lalu, aku dan temanku yang satu ini memang kerap berjanji saling membantu jika suatu saat terlibat kesulitan. Mungkin faktor usia dan kedekatan karena sempat bekerja cukup lama di media yang sama sebelum bergabung di SINDO selama beberapa tahun, membuat kita bersikap seperti itu. Aku pun pamit dan menutup YM.
Malam perlahan mulai berganti pagi. Seorang teman liputanku di Garut yang sama-sama berasal dari Bandung mengajakku keluar mencari makanan. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 WIB dinihari. Kami pun berjalan keluar dari ruang humas Pemkab Garut yang selama ini menjadi markas sekaligus tempat tidur, selain tentu saja kamar kos di Komplek Nusa Indah. Brrrr, udara sangat dingin. Berdua kami melangkah menyusuri jalanan Garut di bawah cahaya bulan dan germerlap bintang di langit. “Kenapa ya kita ada di sini? Rumah di Bandung, keluarga di Bandung, cari uang kok jauh-jauh ke Garut,” ujarnya sambil berjalan. Aku hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaannya.
19 Juni 2008
Percakapan singkat via YM
Label: catatan
0 komentar:
Posting Komentar