Di Tanah Air penuh luka dan harapan, reformasi selalu menjadi kata yang indah, tetapi juga rapuh. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan tegas membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri, berisi 52 perwira tinggi dan menengah, sebuah barisan yang diharapkan menjadi penabuh genderang perubahan.
Namun, sebagaimana wayang di panggung malam, penonton tak cukup puas hanya dengan melihat tokoh berbaris rapi. Mereka menanti lakon, mereka menanti babak demi babak yang sungguh menyentuh hati. Kita teringat pada kisah Prabu Kresna dalam Mahabharata. Di tengah perang Bharatayudha, Kresna bukan sekadar memberi arahan, melainkan menyalakan api keyakinan pada Arjuna untuk bertindak benar.
Itulah esensi kepemimpinan: bukan sekadar memerintah, melainkan menyalakan nurani. Begitu pula Polri hari ini. Reformasi tak boleh berhenti pada deretan nama dan dokumen perintah. Ia harus menyentuh sendi-sendi batin para pengemban seragam.
Sejarah kita pun pernah mencatat: di era Majapahit, Patih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk meyakinkan rakyat bahwa ia akan menunaikan janji menjaga tanah air. Janji itu menjadi nyala api yang tak padam. Begitu pula Polri, yang kini membawa visi Grand Strategy 2025–2045. Ia bukan sekadar rencana jangka panjang, melainkan sebuah janji: hadir untuk rakyat dengan wajah adil, bersih, dan humanis.
Namun, mari jujur: jalan menuju reformasi Polri adalah jalan terjal. Masih ada cerita luka: kekerasan berlebihan, oknum yang menggadaikan integritas, keadilan yang tak selalu berpihak pada yang lemah. Di sinilah tantangan itu. Reformasi bukan sekadar memperbaiki sistem, melainkan merobek selimut lama yang menutup cahaya nurani.
Tugas besar Polri bukan hanya menjaga keamanan, tetapi juga memelihara kepercayaan. Sebab tanpa kepercayaan rakyat, polisi hanyalah barisan baja tanpa ruh. Seperti tokoh wayang tanpa dalang, ia kehilangan arah.
Kita berharap, Tim Reformasi Polri ini bukanlah sekadar “panggung bayangan” yang memoles citra. Semoga ia benar-benar menjadi jalan terang, tempat hukum berdiri dengan gagah, pelayanan hadir dengan ramah, dan keadilan menyapa tanpa pilih kasih. Reformasi sejati lahir ketika Polri mampu bercermin pada rakyatnya —melihat bukan sekadar bayangan, melainkan kepercayaan yang kembali.
0 komentar:
Posting Komentar