TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

KOMENTAR TERBARU

16 November 2008

Apa Kabar Pakuan?

Seminggu lalu, atau Jumat (7/11), saat baru saja keluar dari ruang Kabag Humas Pemkab Garut Dikdik Hendrajaya untuk menyerahkan charger HP, seorang pria setengah baya tiba-tiba berteriak memanggilku. “Gin!” seru pria yang memang sedari tadi sudah ada di ruang kabag humas itu. Aku kaget dan kembali memasuki ruang kabag humas. “Iya pak?” jawabku heran, karena tidak tahu siapa sosok pria yang memanggilku. “Ini Gin2 bukan?” tanya pria tadi. “Muhun pak, Gin2,” jawabku masih keheranan. “Waah, masak lupa sama akang Gin?” seolah kecewa karena aku tidak mengenalnya, pria tadi kembali bertanya. “Muhun pak, hilap,” jawabku jujur. Pria itu langsung mengenalkan diri. “Ini Wawan. Wawan Pakuan, Pikiran Rakyat,” terangnya. Ya ampun, aku benar-benar lupa dengan sosok pria tadi. Seandainya dia tidak mengenalkan dirinya kembali, sampai pembicaraan usai pun aku pasti lupa. “Punteeen pisan kang, abdi hilap,” kataku sambil menyalami pria tersebut. “Teu nanaon Gin,” jawabnya santai. Aku pun duduk dan berbincang dengan Kang Wawan.

Ingatan kemudian melayang pada bulan Februari 2007 lalu. Kang Wawan, begitu aku menyapa pria tadi saat terlibat bekerja di suplemen Pakuan, salah satu suplemen grup Pikiran Rakyat di wilayah Bogor, Depok, Cianjur, dan Sukabumi. Hanya dua bulan aku bergelut di media tersebut, tepatnya Februari dan Maret, setelah keluar dari koran lokal grup Kompas, sebelum akhirnya bergabung dengan koran nasional grup MNC, akhir Maret 2007 lalu. Aku pun hanya sekali bertemu dengan Kang Wawan di kantor perwakilan Pikiran Rakyat Cianjur. Saat itu, dia sengaja datang untuk memimpin rapat evaluasi kinerja awak Pakuan setelah dua bulan berjalan sejak Januari 2007. Kebetulan, aku ditugaskan di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok, bersama Depe, seorang kawan yang sebelumnya pernah menjadi redaktur Pakuan. Dalam pertemuan itu, Kang Wawan banyak memuji kinerja kami, meski ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Aku menyimak seluruh perkataannya dengan seksama. Pertemuan berlangsung tidak terlalu lama, namun cukup membuatku terkesan. Kang Wawan berharap awak Pakuan tidak berubah karena sudah solid. Ia juga berharap aku bisa bertahan di suplemen tersebut.

Awalnya, aku bergabung dengan suplemen Pakuan karena ditawari seorang kawan lama di Cianjur yang sempat bekerja satu media. Saat bekerja satu media, aku menganggapnya sebagai mentor yang baik, karena tulisannya rapi, dan pengalamannya di lapangan. Tak perlu kusebutkan alasan kenapa aku bergabung dengan suplemen Pakuan dan meninggalkan harian lokal grup Kompas yang aku masuki sejak 2002 lalu. Yang jelas, lepas dari harian tersebut, aku langsung berangkat ke Bogor dengan menaiki sepeda motor. Setelah sedikit diberi arahan, aku ditugaskan di wilayah Kabupaten Bogor dan Depok, sementara kawanku, Depe, bertugas di Kota Bogor. Dalam peliputan, aku ditemani seorang wartawan olahraga bernama Iman. Jarak tempuh yang jauh dan menanjak, membuat aku harus membetulkan rantai sepeda motor setiap tiga hari sekali. Ah, betul-betul pengalaman berharga. Di suplemen Pakuan, aku jadi mengenal Kabupaten Bogor dan Depok meski beberapa kali nyasar. Beberapa kali juga aku menemui cuaca yang berbeda di dua wilayah tersebut. Saat di Bogor hujan lebat, di Depok ternyata panas terik. Begitu pun sebaliknya. Saat di Depok hujan, ternyata di Bogor panas. Yang paling berkesan adalah saat aku pergi dari Bogor menuju Cianjur menaiki motor bersama Depe, tengah malam gulita. Bagaimana saat itu kami berdua melintasi kawasan Puncak yang berkabut dan dingin tanpa mengenakan jaket tebal. Luar biasa. Aku juga jadi mengenal banyak tempat-tempat baru, seperti masjid berkubah emas di Depok, atau rumah peninggalan si pitung di Jalan Margonda Raya.

Setiap Jumat, aku pulang ke Bandung. Hari Minggu aku kembali berangkat dibekali sejumlah uang oleh istri untuk hidup sehari-hari di Bogor dari Senin sampai Jumat. Untuk menghemat biaya, aku menginap di Mes PR, di kawasan Bogor Baru. Sementara biaya makan, kadang-kadang, aku mengandalkan ajakan seorang wartawan PR yang biasa meliput di Bogor. Hehehe, lumayan, ngirit pengeluaran. Tugas di suplemen Pakuan biasanya hanya dilakukan dua hari dan maksimal 3 hari. Sebab, meski suplemen Pakuan terbit setiap Sabtu, seluruh tulisan harus terkumpul pada hari Rabu. Sisa hari menuju akhir pekan biasanya aku habiskan di Cianjur, sekadar berkumpul dengan kawan lama yang banyak kukenal di daerah penghasil beras itu. Saat berada di Bogor, aku juga sempat ditawari bergabung dengan media nasional Tempo. Kabarnya, wartawan Tempo di Bogor membutuhkan satu lagi untuk mengisi wilayah Kabupaten Bogor yang luas. Tawaran itu aku pertimbangkan. Aku pun mengirimkan lamaran via email. Namun, aku urung bergabung dengan media tersebut karena keburu dipanggil ke Bandung oleh seorang teman untuk bergabung dengan media grup MNC.

“Ayeuna di Garut Gin?” tanya Kang Wawan, memecahkan ingatanku di masa silam. Aku mengiyakannya. “Atuh sama aja Gin, jauh ti keluarga,” ujar Kang Wawan karena sebelumnya aku mengatakan alasan keluar dari Pakuan karena ingin dekat dengan keluarga. Aku kemudian menerangkan bahwa alasan keluar dari Pakuan bukan semata-mata karena ingin dekat dengan keluarga. Saat itu, aku sangat merindukan pekerjaan sebagai wartawan harian yang setiap hari selalu disibukkan mencari berita. Kang Wawan mengangguk. Ia mungkin paham alasanku. “Gimana sekarang Pakuan Kang?” aku balik bertanya. “Masih jalan Gin,” jawabnya. Ia tak bercerita panjang lebar tentang kondisi Pakuan saat ini. “Tidur di mana Gin?” Kang Wawan kembali bertanya. “Di sini kang,” jawabku. “Di humas?” tanya Kang Wawan memastikan. Aku mengangguk. Pak Dikdik mengiyakan bahwa aku setiap hari tidur di ruang humas Pemkab Garut. “Daripada harus kos kang, mending tidur di sini,” ujarku. Kang Wawan tersenyum. Setelah sekian lama berbincang, aku pamit. “Kang, dikantun heula, abdi aya padamelan deui,” ujarku pamit. Kang Wawan mempersilakan aku pergi meninggalkan ruang Kabag Humas. Ah, sebuah pertemuan singkat yang cukup berkesan karena aku jadi ingat masa-masa sulit saat berada di Bogor. Apa kabar Pakuan sekarang?

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar

Kabar Terpilih

Rida Farida, Nyaman setelah Berhijab

Di balik hijab selebritas Indonesia, tersimpan banyak cerita. Ada yang sekadar cari sensasi, tak sedikit mengejar popularitas. Namun, ti...

Standings provided by whatsthescore.com

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra