TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

KOMENTAR TERBARU

10 September 2025

Maaf yang Terlalu Murah dari Para Pejabat


Kata “maaf” adalah ucapan sederhana, tetapi sarat makna. Di masyarakat, maaf bisa memulihkan hubungan, meredakan konflik, dan membuka jalan menuju rekonsiliasi. Namun, di tangan para pejabat, kata maaf seringkali terasa ringan, terburu-buru, bahkan seolah menjadi tameng untuk menutup kontroversi. 

Kasus terbaru datang dari Purbaya Yudhi, menteri yang baru saja dilantik. Belum genap menghangatkan kursinya, ia sudah menuai sorotan setelah mengeluarkan pernyataan kontroversial. “Isu 17 + 8 itu hanya tuntutan segelintir orang, tidak mewakili kebutuhan mayoritas masyarakat.” 

Kalimat ini langsung dianggap mengecilkan aspirasi publik dan meremehkan suara warga yang selama ini bersusah payah memperjuangkan haknya. Purbaya memang cepat meminta maaf. Tetapi pertanyaan yang menggantung adalah: apakah maaf itu tulus, atau sekadar formalitas politik untuk meredakan badai sesaat? 

Fenomena ini bukan barang baru. Sejak lama, publik sering disuguhi parade maaf dari pejabat—dari salah ucap, salah sikap, salah kebijakan, hingga salah langkah. Polanya mirip: ucapan kontroversial meluncur, publik marah, media sosial gaduh, lalu berakhir dengan kalimat “saya minta maaf.” Setelah itu, keadaan kembali seperti semula, tanpa ada koreksi mendasar terhadap pola pikir maupun tindakan. 

Kita tidak bermaksud menolak permintaan maaf. Justru sebaliknya, maaf yang tulus adalah tanda kedewasaan seorang pejabat publik. Namun, jika maaf hanya dijadikan semacam rem darurat setiap kali terjadi blunder, maka maknanya akan kian tereduksi. Lama-lama, publik bisa lelah dan apatis, menganggap maaf pejabat tak lebih dari sekadar basa-basi diplomatis. 

Yang dibutuhkan sekarang bukanlah maaf yang murah, melainkan tanggung jawab nyata. Pejabat yang salah bicara semestinya tidak berhenti pada permintaan maaf, tetapi memperbaiki komunikasi publiknya. Pejabat yang salah langkah kebijakan semestinya tidak cukup dengan menundukkan kepala, tetapi menyiapkan langkah korektif yang transparan. 

Purbaya Yudhi boleh jadi sedang belajar menghadapi sorotan publik di awal masa jabatannya. Namun, pelajaran penting yang seharusnya dipetik oleh semua pejabat adalah: kata maaf hanyalah pintu masuk. Setelah itu, yang dinanti publik adalah tindakan nyata—kepekaan, koreksi, dan keberanian mengubah arah. 

Pada akhirnya, rakyat tidak membutuhkan pejabat yang fasih berkata “maaf,” melainkan pejabat yang bijak dalam bersikap, berhati-hati dalam bertutur, dan bertanggung jawab dalam bertindak. *
Read More..

Maling Juga Butuh Libur


Di Kota Bogor, ada sindikat maling motor yang konon jadwal kerjanya lebih disiplin daripada sebagian pegawai kantoran. Bayangkan saja, mereka beraksi lima kali seminggu, dengan ritme yang konsisten. Lalu, ada yang lebih mengejutkan: mereka libur setiap Selasa dan Sabtu. 

Uniknya, kelompok ini -Eka (40), S alias Abah (45), dan Mahrudin (43)- bukan maling sembarangan. Selama 1,5 tahun mereka mencatat lebih dari 300 motor raib di Bogor Tengah, Bogor Timur, dan Bogor Utara. Polisi pun berhasil menangkap mereka, 7 September lalu. 

Nah, kalau dihitung-hitung, produktivitas mereka bisa bikin iri pegawai sales. Rata-rata lima motor per minggu, dengan libur tetap dua hari. Disiplin, konsisten, dan hasilnya “stabil” —meski jelas haram. 

Motor curian itu kemudian dijual ke Sukamantri, Pamijahan, hingga Sukabumi, dengan harga Rp3–4 juta per unit. Lengkap dengan “bonus ancaman”: kalau korban melawan, mereka keluarkan golok atau pistol mainan untuk menakut-nakuti. 

Entah ini kebetulan atau memang sudah jadi “peraturan perusahaan”, yang jelas para maling ini membuktikan bahwa bahkan kejahatan pun butuh manajemen waktu. Kantoran punya weekend, maling punya midweek break

Lucunya, pola libur mereka ini menimbulkan banyak spekulasi. Mungkin Selasa mereka gunakan untuk rapat evaluasi: 

“Bro, motor yang minggu lalu laku berapa?” 
“Atuh, jangan lupa setor ke bendahara ya.” 

Sedangkan Sabtu? Bisa jadi jadwal untuk keluarga. Bayangkan si maling pamit ke anaknya: “Maaf ya Nak, Ayah gak bisa nemenin piknik Minggu ini. Sabtu kan hari libur, jadi Ayah fokus sama kamu dulu.” 

Kalau dipikir-pikir, maling pun butuh work-life balance. Jangan-jangan, kalau sudah ada BPJS Ketenagakerjaan versi “asosiasi maling”, kita akan dengar istilah baru: Cuti Tahunan Pencuri Bermotor. 

Namun, ada hikmah yang bisa kita ambil. Bagi warga Bogor yang motornya sering waswas, mungkin catat kalender: Selasa dan Sabtu relatif lebih aman. 

Selebihnya? Ya, jangan lupa kunci ganda, doa, dan waspada. Karena maling memang punya hari libur, tapi rasa kehilangan motor tentu liburnya nggak pernah ada.***
Read More..

29 Agustus 2025

Affan dan Harga Nyawa Rakyat Kecil

Affan Kurniawan berangkat kerja seperti biasa. Dengan motor dan jaket ojek online yang menjadi ciri khasnya, ia menembus jalanan ibu kota demi membawa pulang rezeki bagi keluarga. Namun, Kamis (28/8/2025) malam itu, ia tak pernah pulang. Sebuah kendaraan taktis (Rantis) Brimob melindasnya dalam kericuhan demonstrasi, merenggut nyawa seorang anak bangsa yang hanya ingin mencari nafkah.  

Kisah Affan adalah potret getir tentang rapuhnya perlindungan negara bagi warganya. Ia bukan tokoh politik, bukan pejabat, bukan orator aksi. Ia hanyalah seorang pekerja yang setiap hari berjuang untuk orang-orang tercinta di rumah. Kehilangannya bukan hanya statistik atau catatan di laporan kepolisian, melainkan duka mendalam bagi keluarganya —orang tua, adik, dan kakaknya yang kini harus melanjutkan hidup tanpa tulang punggung mereka. 

Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan belasungkawa dan menjanjikan perlindungan bagi keluarga Affan. Itu patut diapresiasi. Namun janji saja tidak cukup. Kematian ini harus diusut tuntas dan dijadikan pelajaran penting: aparat keamanan tidak boleh lagi bertindak sembrono hingga mengorbankan nyawa rakyat kecil. 

Tragedi Affan menyentil nurani kita bersama. Bahwa di balik setiap jaket ojol yang melintas di jalan, ada cerita tentang keluarga yang menggantungkan harapan. Setiap kali mesin motor mereka dinyalakan, ada doa agar selamat, agar bisa pulang membawa sedikit rezeki. Dan ketika doa itu terhenti di jalanan yang gaduh oleh kericuhan, kita semua patut bertanya: seberapa berhargakah nyawa rakyat di mata negara? Negara tidak boleh abai. 

Affan adalah simbol bahwa rakyat kecil berhak atas rasa aman, bahkan di tengah situasi paling genting sekalipun. Nyawa rakyat tidak bisa ditukar dengan dalih penegakan ketertiban. Dari tragedi inilah kita seharusnya belajar: menjaga demokrasi bukan berarti mengorbankan kemanusiaan. 

Namun, Affan bukanlah korban pertama. Sepanjang Juli 2023 hingga Juni 2024, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri. Peristiwa tersebut menyebabkan 754 orang terluka dan 38 orang tewas. 

Dari 38 korban tewas, 37 di antaranya meninggal akibat praktik pembunuhan di luar hukum oleh anggota polisi. Selain itu, terdapat 75 peristiwa pelanggaran terhadap kebebasan sipil, termasuk pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan penangkapan sewenang-wenang. Kekerasan ini bukan hanya angka statistik. 

Setiap angka mewakili nyawa manusia, keluarga yang kehilangan, dan masyarakat yang terguncang. Jika kultur kekerasan dan impunitas yang minim akuntabilitas tersebut masih terulang atau bahkan dipertahankan, maka tak berlebihan jika dinyatakan bahwa reformasi polisi yang dicita-citakan masih ilusi. 

Kematian Affan adalah duka bagi keluarganya, tetapi juga teguran keras bagi bangsa ini. Jika negara gagal melindungi warganya dari tindakan aparat yang seharusnya memberi rasa aman, lalu di mana letak keadilan? Nyawa rakyat tidak boleh murah. Tragedi Affan harus menjadi titik balik: agar aparat lebih manusiawi, agar negara lebih hadir, dan agar kita tidak lagi mendengar kabar serupa di masa mendatang. ***
Read More..

Kabar Terpilih

Affan dan Harga Nyawa Rakyat Kecil

Affan Kurniawan berangkat kerja seperti biasa. Dengan motor dan jaket ojek online yang menjadi ciri khasnya, ia menembus jalanan ibu kota ...

YouTube

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra