
Kantor saya letaknya di pintu gerbang Kota Bandung. Namanya Jalan Pasteur. Di sana, nyaris setiap hari kemacetan menyergap. Tak peduli pagi, siang, sore, bahkan malam sekali pun. Matahari belum sepenggalah saja, macet di Pasteur sudah luar biasa. Pun menjelang senja. Itu baru Jalan Pasteur. Belum yang lainnya macam Buahbatu, Alun-alun, dan Kapatihan.
Saya tak bermobil. Sebatas menaiki motor andalan yang jam terbangnya sudah tinggi. Tapi saya terjebak macet. Bayangkan, seperti apa lalu lintas saat itu. Lantaran tak bermobil, sepanjang menanti kemacetan, telinga saya praktis hanya dijejali kebisingan deru mesin dan klakson. Suara musik? Boro-boro. Saat itu, saya hanya berusaha mencari peluang lolos dari bebalnya kemacetan.
Ah, Bandung sore hari, bukan kota yang menjanjikan. Lalu lintas sungguh tak bersahabat lagi. Kemiskinan seolah terpatri di setiap perempatan, trotoar, dan kawasan padat penduduk. Entahlah, saya mendadak kehilangan optimisme menatap kota kelahiran. Bandung seperti punya segudang masalah yang tak pernah terurai.
0 komentar:
Posting Komentar